Senin, 24 September 2012

Mengapa Mesti Kuliah??

Apa gunanya sih sekolah dan universitas jika kita akhirnya hanya menghasilkan beo-beo seperti para doktor pertanian yang tidak mampu membuat “Jambu Indonesia” atau “Durian Indonesia”, tetapi hanya membuat segala hasil-hasil pertanian serba Bangkok? Mengapa orang-orang berteriak-teriak seperti kebakaran jenggot ketika sejumlah oknum tak bermoral menjajakan gelar seperti pedagang kaki lima menjual obat sakit ginjal seharga Rp. 100.000,- di pinggir jalan? Tidakkah sekolah dan universitas hanya mampu melahirkan sarjana-sarjananya, bahkan belakangan juga doktor, yang bisanya cuma menjiplak karya orang lain? Bukankah kita telah lama tahu bahwa sebagian sarjana kita tidak pernah menghasilkan karya tulis serius setelah diwisuda . Harefa (2003:10-12) menyatakan juga bahwa bahkan juga para doktor dan professor hanya sesekali menulis di media cetak untuk dapat disebut „pakar“.

Semua yang ditulis Andrias Hanefa ini benar adanya. Kalau begitu, untuk apa KULIAH? Itulah pertanyaan berikutnya yang dapat membuat panas kupingmu.

 
Sebagian kita pergi mendaftar ke perguruan tinggi (PT) karena terbawa arus. Semua teman di bangku SMA daftar kuliah; gengsi dong kalau tidak kuliah. Lalu, mendaftarlah kita ke PT tertentu tanpa tujuan jelas: yang penting keren dan sama seperti yang lain.

Sebagian ada juga yang mendaftar karena sadar akan pentingnya masa depan. Mereka sudah menyiapkan sejak bangku SMA: „Mau jadi apa diriku di masa depan?“. Sebagian lagi, kuliah untuk mencari jodoh. Jarang sekali yang kuliah dengan tujuan semulia tulisan Romo Mangun ini, „Manusia pegawai, manusia yang serba bergantung  harus diubah menjadi manusia swasta. Manusia merdeka. Nah, ini bisa lewat pendidikan, bisa juga lewat sentuhan-sentuhan lain yang mungkin lebih ampuh.“

Namun sayangnya, ujar Romo Mangun, pendidikan kita juga sudah tenggelam dalam sistem yang tidak baik. „.......... Ternyata pendidikan tenggelam dalam power sytem. Sekolah bukan tempat menghafal, maka harus ada counter-education.Kalau tidak, maka bangsa kita akan terus merosot menjadi bangsa kuli babu lagi atau panda-panda dalam sirkus. Jadi, soalnya sekarang adalah bagaimana kita menyusun suatu masyarakat di mana orang-orang kita sungguh menjadi manusia merdeka, manusia yang tuan-tuan dan puan-puan sejati“ Mangunwijaya dalam Sumartana

Tidak ada komentar:

Posting Komentar